Hari minggu ini aku sangat bosan, semua orang di rumahku pergi. Saat
aku bangun tidur tadi aku hanya disapa Bi Nah pembantuku. Aku memang
sudah, terbiasa begini orang tuaku sibuk, lebih tepatnya ayahku yang
sibuk tapi mamaku selalu ingin mendampingi ayahku yang sekarang sedang
menetap di Singapore. Mereka romantis ya? Ahh lebih baik ku sms Arga
saja, dia pacarku walaupun hubungan kami tidak seperti orang tuaku
tapi aku senang menjadi pacarnya.
To: My Arga
Arga,kmu udh bngun blm?
Bisa tmenin aku prg gak hri nih?
From: My Arga
Udh, kmana sh?
Gue mls keluar Res, kpn2 aj ya.
Lgian ga stiap lo prgi hrs sma gue kn?
Blajar hdup sndri, jgn mnja!
Setelah kubaca smsnya langsung ku buang
handphoneku. Aku hanya memintanya pergi denganku kalau tidak mau ya
sudah, kenapa harus bicara seperti itu? Aku sudah dua tahun pacaran
sama Arga, memang sih aku yang menyatakan perasaanku padanya dan
ternyata dia menerimaku, walaupun ada sedikit paksaan dari mamaku dan
mamanya. Orang tua kami memang berteman dekat, tapi selama aku dan
Arga pacaran, dia nggak pernah bersikap seperti pacarku, dia dingin
dan cuek terhadapku. Bahkan bicara denganku saja dia tidak pernah
menggunakan aku dan kamu, apalagi memanggilku dengan sebutan sayang.
Tapi aku sangat menyayanginya walaupun sikapnya begitu padaku, mungkin
hari ini dia capek, ya sudah aku pergi sendiri saja. soalnya Dita
sahabatku sedang ada acara keluarga, pasti dia sibuk.
***
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke mall di kotaku. Hari ini aku
ingin membeli sesuatu untuk Arga karena lusa adalah hari jadian kami
yang ke dua tahun. Lalu kudatangi toko baju lebih baik aku belikan
saja baju itu lebih aman pikirku. Disaat aku sedang melihat-lihat baju,
aku melihat sosok yang tidak asing bagiku. Arga dan Dita jalan
bareng, mereka tertawa dan bercanda sesuatu yang tidak pernah Arga
lakukan bersamaku. Jujur saja hatiku sakit, tapi aku harus berpikir
positif mungkin Arga ingin memberiku kado jadian dan dia memerlukan
pendapat Dita, karena Dita sahabatku sejak dulu.
Cepat-cepat ku bayar baju yang kupilih dan ku tinggalkan mall itu.
Ternyata hati dan pikiranku bertolak belakang aku cemburu melihat
kejadian tadi. Ku lajukan mobilku entah kemana, sampai aku lelah
berputar-putar selama tiga jam. Ku tepikan mobilku dipinggir jalan,
lagi-lagi terbayang adegan di mall tadi antara Arga dan Dita. Tuhan
bantu aku jernihkan pikiranku, aku sangat bingung hatiku sakit
melihatnya, aku menangis sambil membenamkan wajahku pada kemudi mobil,
setelah tenang aku bangun dan melihat jam di dasbord mobilku ternyata
sudah pukul sepuluh malam, ternyata aku terlalu lama menangis. Ku
lajukan mobilku pulang ke rumah dengan cepat. Sampai di rumah
aku langsung disambut tatapan garang dari Arga, dia menghampiriku
dengan setengah berlari.
“Lo kemana aja sih Res? Seneng banget bikin orang pusing gara-gara
lo! Sampe nyokap lo telpon gue gara-gara khawatir sama lo! Kata Bi Nah
lo pergi dari jam sepuluh pagi, lo liat sekarang jam berapa? Jam
setengah dua belas malem Resya! Mana handphone pake segala lo buang ke
tempat sampah, untung Bi Nah nemuin. Udah nggak butuh handphone lo?
Jawab gue Resya! ” Aku menatap Arga dengan mataku yang berlinang,
ku pikir dia akan menanyaiku dengan baik-baik karena
mengkhawatirkanku ternyata hanya ucapan yang keras penuh kekesalan
yang kudengar darinya.
“kenapa? aku kan nggak ganggu acara kamu. Tadi aku di suruh pergi
sendiri sekarang kamu teriak-teriak di depan muka ku, kamu punya
perasaan apa nggak sih Ga? Aku kira kamu khawatir sama aku, ternyata
cuma gara-gara mamaku yang nyuruh kamu nyari aku. Kamu pulang aja
udah malem dan besok sekolah, nanti aku yang telepon mamaku, makasih.”
Tak terasa air mataku jatuh juga di depannya ku lihat dia terdiam
mendengar ucapanku lalu aku berlari masuk ke kamarku. Ku lihat
handphoneku ada 7 miscall dari mamaku, 4 miscall dari papaku dan 3
miscall dari Dita, bahkan untuk menghubungiku saja Arga tidak
melakukannya. Tiba-tiba HPku berbunyi tertera nama My Arga disana,
lalu ku nonaktifkan Hpku lebih baik begini pikirku. Aku lelah hari ini
dan aku tertidur dengan wajah yang pias karena habis menangis.
***
Hari ini aku tidak masuk sekolah karena kepalaku agak pusing dan
badanku panas, sepertinya aku demam karena kemarin aku terlalu lelah
dan banyak pikiran sampai tidak ingat makan. Aku menghabiskan waktuku
untuk membaca novel , tapi pikiranku tidak terfokus ke alur ceritanya.
Hatiku masih terasa sakit mengingat kejadian kemarin saat Arga tertawa
riang bersama Dita dan saat Arga memarahiku dengan penuh emosi
kekesalan, itu due kejadian yang saling bertentangan. Air mataku
kembali menetes, namun cepat-cepat aku menghapusnya.
Tokk..tokk..tokk pintu kamarku di ketuk, “masuk!” seruku. Dan
kulihat Dita datang dengan wajah yang panik, aku tersenyum melihatnya,
senyum yang hambar kalau dia menyadarinya. “Resya! Lo kenapa? Sakit
ya, terus lo kemarin kemana aja sih? Semua orang panik nyari lo.”
Tanyanya padaku, “Gue cuma jalan-jalan kok, Arga katanya males keluar
dan gue nggak enak ganggu lo. ” ucapku masih sambil tersenyum, ku
lihat dia agak salah tingkah .
“Maaf ya, coba aja kemarin gue nggak ada acara keluarga lo bakal
gue temenin kemanapun lo mau.” Ucap Dita masih dengan nada bersalah. Ku
pandangi Dita, apa dia sahabatku kenapa dia berbohong? Aku lelah
sangat lelah dengan kenyataan ini, aku kembali tersenyum padanya “Dit,
gue pusing dan ngantuk gue mau tidur dulu ya? Maaf banget.” Ujarku,
lalu kulihat dia berdiri dan membalas senyumku.
“Yaudah lo tidur ya, istirahat biar cepet sembuh, gue balik
sekarang gue cuma mastiin lo nggak kenapa-napa.” Dita keluar kamarku
dan ku pandangi dia sampai dia menghilang dibalik pintu. Kenapa
kamu bohong Dit? Tuhan jangan sampai aku berpikiran negatif terhadap
sahabatku. Aduh kepalaku sangat pusing, kulirik meja disampingku
makanan dan obat tidak ada yang ku minum. Bagiku sakit yang ada di
dalam hatiku jauh lebih sakit, jadi untuk apa aku mengobati sakit
yang hanya demam. Aku pun tertidur karena tidak kuat merasa sakit
kepala yang luar biasa.
***
Pagi ini ku terbangun aku kaget melihat Arga tertidur disamping
tempat tidurku. Aku tersenyum melihatnya, jujur aku senang karena baru
pertama kali Arga begini, namun senyumku langsung lenyap saat ingat
ini pasti permintaan mamaku atau Tante Dea mamanya Arga. Ku lihat
meja disamping tempat tidurku ada baskom yang berisikan air dan lap
handuk, mungkin itu digunakannya untuk mengompresku semalam. Ku
guncang tangan Arga pelan, dia pun terbangun. “kamu ngapain disini?”
tanyaku, namun dia langsung memegang dahiku dan mengukur suhu tubuhku
dengan termometer, saat dipastikan suhu badanku normal dia membereskan
semuanya tanpa bicara padaku, “kamu disini pasti disuruh mamaku atau
Tante Dea kan? tapi nggak papa makasih ya, udah jagain aku.” Aku
bangkit dari tempat tidurku dan hendak ke kamar mandi untuk mencuci
muka, namun kepalaku masih agak pusing sehingga keseimbangan tubuhku
agak goyah Arga dengan sigap menanggkap tubuhku.
“Lo mau kemana sih? Jelas-jelas belum sembuh bener.” Ucapnya sambil
membantuku kembali ke tempat tidur. “Kalo aku nggak jatuh tadi
kamu pasti diemin aku. Salahku apa Ga?” Arga masih diam, dia sibuk
membereskan baskom dan handuk yang dipakainya untuk mengompresku
semalam, lalu dia keluar kamarku dan kembali mebawakan sarapan
untukku, “makan terus minum obatnya!” perintahnya. Aku memalingkan
mukaku darinya, “Nggak mau, aku kenyang.” Ucapku datar. Dia menghela
napasnya berat, “Res, lo harus makan! Nggak mungkin lo kenyang Bi Nah
bilang semua makanan yang dia bawain buat lo nggak ada yang lo sentuh.
"Ayo dong Res makan, lo nggak kasian liat gue? Kalo lo sakit,
disuruh ataupun nggak gue sama nyokap lo gue tetep bakal disini karena
gue cowok lo, sekarang gue capek banget jadi lo makan ya? ” Arga
membujukku ya walaupun masih ada nada tegas di dalamnya aku tidak
peduli sama sekali.
Aku girang setengah mati dengan kata-katanya baru kali ini dia
bersikap manis padaku, aku pun mengangguk dan mau makan. Setelah
makan dan minum obat Arga menyuruhku untuk tidur lagi, dia mau pulang
dulu untuk istirahat, “Makasih kamu mau ngerawat aku ya.
Ngomong-ngomong kok kamu tau aku sakit? ” tanyaku penasaran, dia duduk
di depanku dan mengancamku, “Awas kalo lo matiin HP lagi! Gue jadi
repot gara-gara itu.”
Dia bangkit dari duduknya dan hendak pergi namun ku tahan
tangannya, “Tunggu aku punya sesuatu buat kamu, Happy Anniversary dua
tahun ya Ga.” Ucapku sambil memeberikan kado yang kusiapkan untuknya
dengan senyum termanis yang ku punya tentunya. Dia mengambil hadiah
dariku dan mengusap lembut kepalaku lalu dia pamit pulang, “Gue balik
dulu ya Res.” Aku mengangguk dan kembali tiduran di tempat tidurku.
Hari ini aku senang sekali Arga mengusap kepalaku dan bersikap lebih
lembut hari ini.
***
Sudah seminggu hari manis itu berlalu, tapi sampai sekarang Arga
tidak memberiku apa-apa. Bukannya aku pamrih tapi bukan sudah
sewajarnya dia memberiku sesuatu. Tak apalah yang penting aku senang
karena dia masih setia menjadi pacarku, toh aku juga sudah melupakan
kejadian waktu itu aku melihat Arga dan Dita bersama di mall, mungkin
mereka memang punya keperluan lain atau sekedar tidak sengaja
bertemu.
Aku sedang berjalan ke kantin bersama Dita sahabatku, lalu kulihat
Arga sedang duduk bersama temannya di kantin lalu ku hampiri dia, “Ga,
anterin aku pulang ya, mobilku rusak aku nggak bawa mobil hari ini”
aku memelas dihadapannya, agar dia iba padaku dan mau mengantarku
pulang, “Iya, iya, lo mau makan?” katanya “Iya, tadi aku nggak sarapan.
Jadi, aku ngajak Dita makan sekarang. Kamu udah makan?” tanyaku
padanya “Udah tuh baru selesai.”
“Ehemm berasa nyamuk nih kita, iya nggak Dit? Gue cabut dulu deh ke
kelas.” Riko teman Arga menyindir aku dan Arga, aku hanya tertawa
pelan dan Dita pun mengangguk setuju dengan ucapan Riko, “Ehh elo Dit,
makan juga nih?” Arga memulai percakapan dengan Dita, “Iya Ga, gue
laper lagian tadi udah di tarik-tarik sama Resya.” Mereka
bercakap-cakap sendiri mengacuhkanku yang berada disebelah Arga. Bahkan
mereka bercanda dan tertawa tanpa memandangku.
Aku merasakan sakit lagi, sakit yang sama saat pertama melihat
mereka jalan berdua di mall. Perlahan aku meninggalkan
mereka berdua di kantin, rasanya aku tak sanggup berada di sana lebih
lama. Pulang sekolah aku tidak jadi minta diantar Arga, saat bel
pulang berbunyi aku langsung kabur menninggalkan Dita dan Arga. Aku
rasa aku butuh ketenangan, tapi aku kecewa Arga tidak mencariku dia
juga tidak menelepon atau mengirim sms menanyakan keadaanku. Aku lelah
seperti ini. Ku tepis perasaanku dan pikiran burukku, lebih baik aku
berpikir positif, Dita sahabat baikku dan Arga pacarku mereka orang
terdekatku saat ini dan aku percaya pada mereka. Bosan sekali rasanya
di rumah buku-buku bacaanku juga habis jadi ku putuskan pergi ke toko
buku dan membeli beberapa buku bacaan, karena mobilku dibengkel aku
pakai punya mama aja lah, cuma ke toko buku bukan pergi jarak jauh.
Sesampainya di toko buku, aku langsung memborong sekaligus 8 judul
buku yang menurutku bagus, aku sangat suka membaca jadi setiap bulan
pasti aku membeli buku, minimal lima bukulah. Setelah selesai mambayar
aku ingin langsung pulang, tapi aku melihat Dita dan Arga sedang
duduk berdua di Kafe yang letaknya di sebrang toko buku langgananku.
Mereka sepertinya sedang seru mengobrol dan bercanda, aku pun berniat
menghampiri mereka dan ikut mengobrol karena aku sangat bosan di
rumah.
Langkahku terhenti seketika di depan jendela kafe itu.
Langkahku terhenti seketika di depan jendela saat ku llihat Dita
mengecup pipi Arga. Aku shock setengah mati. Ku lihat Arga melihatku
dan langsung berdiri memanggilku, aku berbalik dan berlari ke mobilku.
Sial trernyata Arga berhasil mengejarku dan menahanku masuk ke mobil,
“Res, please dengerin gue dulu! Jangan pergi dengerin gue dulu ya.”
Arga memohon kepadaku, aku tersenyum pahit melihatnya air mataku
mengalir deras, “Ga, lepasin tanganku! Aku mau pulang. Saat ini aku
nggak butuh denger apa-apa dari kamu. Kalo kamu emang sayang sama Dita,
aku nggak keberatan Ga.” Aku berkata padanya sambil mengusap air
mataku yang nggak berhenti mengalir, ku tepis tangan Arga dan kulajukan
mobilku ke rumah.
Beberapa menit kemudian Arga sampai di rumahku. Dia mengetuk pintu
kamarku terus-menerus dan aku masih terisak di atas kasurku yang
sekarang penuh gumpalan tissu. “Resya dengerin gue! Gue minta maaf,
Dita emang sering ngajak gue jalan katanya butuh bantuan gue dan gue
pikir dia sahabat lo jadi nggak ada salahnya gue bantu dia, beberapa
kali gue jalan sama dia Res, tapi gue anggep dia cuma temen sama kaya
lo anggep dia, sampe tadi dia ngajak gue ke kafe katanya mau nanya dan
ngomong penting sama gue, yaudah gue sanggupin ternyata dia malah
nembak gue dan nyium pipi gue tanpa gue duga. Resya please buka
pintunya! Gue minta maaf.” Tangisku makin pecah mendengar penjelasan
Arga sakit sekali perasaaanku. Aku ditusuk oleh sahabatku sendiri dan
aku sama sekali tidak tau bagaimana perasaan Arga padaku.
Aku mulai bicara dari balik pintu kamarku, “Kamu tau nggak? aku
seneng banget kamu jadi pacarku, walaupun saat itu butuh paksaan dari
mamaku dan mama kamu buat kamu nerima aku. Rasanya itu hal yang paling
istimewa. Aku nggak peduli kamu nggak pernah bersikap manis sama aku,
kamu nggak pernah ngomong aku kamu sama aku, sungguh aku nggak peduli
saat itu, yang penting kamu mau jadi pacarku itu udah cukup Ga, sampe
akhirnya aku mikir apa kamu sayang sama aku? ” Aku terdiam beberapa
saaat untuk menghela napas dan melanjutkan ucapanku,
“Saat aku pulang sampe tengah malem aku harap kamu khawatir dan
nanyain aku dengan sikap penuh kekhawatiran, tapi nyatanya enggak. Kamu
ngebentak aku di depan mukaku, padahal aku lagi berusaha nenangin hati
aku gara-gara aku liat kamu jalan sama Dita di mall dengan ekspresi
penuh tawa, sesuatu yang nggak pernah aku bayangin saat kamu lagi sama
aku.” Aku kembali mengusap air mataku.
“Sampai akhirnya aku sakit. Aku seneng banget saat itu kamu mau
ngerawat aku sampe aku sembuh, aku berharap kamu sayang sama aku. Tapi
lagi-lagi kamu nggak pernah nyatain itu ke aku. Bahkan disaat hari
jadian kita Ga! Hari ini aku liat kamu di kantin, aku samperin kamu
masih berharap kamu mau sedikit aja ngasih perhatian kamu ke aku, tapi
lagi-lagi aku kecewa kamu malah asik ngobrol sama Dita. Bahkan saat
pulang aku kabur kamu nggak telpon atau sms aku untuk sekedar mastiin
aku baaik-baik aja. Puncaknya di kafe Ga! Aku liat kamu seru ngobrol
sama Dita saat aku mau ikut gabung karena bosen di rumah dan hal yang
mengejutkan terjadi aku liat kamu dicium Dita. Kamu tau rasanya Ga?
Sakit banget! Tapi kalo kamu sayang sama Dita aku rela Ga. Aku nggak
maksa kamu sama aku.” Aku menangis tersedu-sedu selesai bicara padanya.
Aku kembali membuka semua lukaku.
“Resya, gue minta maaf. Gue nggak tau lo mendem semuanya sampe kaya
gini.” Arga masih mengetuk pintuku, dari nada suaranya sepertinya dia
juga merasakan kesedihan, lirih dan penuh penyesalan, “Kamu pulang aja
Ga! Please aku mau sendiri dulu.” Ucapku akhirnya. Ku dengar langkah
kakinya pergi semakin menjauh.
Tiba-tiba Hpku berbunyi, tanda ada sms masuk, lalu kubuka dan ternyata dari Dita.
From: Dita My Bf
Cwok lo gk slah Res, yg slh gw, maafin gw ya.
Sbnerny gw ska sma cwok lo dri sblm lo jdian, gw gak trma Res,
jdi gw ptsin buat ngncurin hubngn lo sma dia. Lo nggk tau kn? gmna
paniknya dia wktu lo ilng dn lo skt, gw iri sma lo Res. Smpe gw ngorbnin
prasaan gw sbg shbt lo buat ngrebut dia dri lo, tpi syng gue gak brhasil
ngerebut dia. Sekali lgi maafin gw Res.
Klo gw dtg ke rmh lo pst lo gk mau ktmu gw jdi gw hrap sms ni ckup ngjelasn smuanya.
Aku kembali menangis, tega-teganya Dita mau menghancurkan
pertemanannya denganku. Bahkan dia rela menusuk diriku dari belakang.
Hatiku benar-benar sakit saat ini. Ku nonaktifkan kembali HPku. Dalam
waktu yang singkat merasakan sakit hati yang sangat dalam. Aku mau
pergi, aku nggak bisa disini dengan keadaan hatiku yang hancur.
***
Hari ini aku kembali membolos sekolah , aku putuskan untuk menyusul
orang tuaku ke Singapore, lebih baik aku tinggal disana dan memulai
lagi hidupku yang baru. Di saat aku mau berangkat ku lihat Arga datang
dia memarkir mobilnya sembarangan lalu dia berlari menghampiriku. Ku
lihat wajahnya yang cemas dan takut suatu ekspresi yang belum pernah
tunjukan padaku. Aku hanya menatapnya datar tanpa ekspresi.
“Resya, jangan pergi! Gue mohon lo jangan pergi!” Ucapnya dengan
nada yang sangat lirih. Aku hampir saja luluh dengan kata-katanya
barusan, “Maaf Ga, aku mau berangkat nanti aku telat.” Balasku sambil
mengangkat koperku ke bagasi mobil. “Kalo lo mau pergi harus sama gue,
lo nggak boleh ninggalin gue Res!” Aku menatap Arga lama, aku tidak
mengerti apa maunya sebenarnya.
“Mau kamu apa sih Ga? Aku capek Ga hatiku sakit! Tolong jangan kamu
persulit keadaanku.” Aduh lagi-lagi aku menangis, ku lihat wajahnya
ternyata dia juga sedang menatap lurus ke mataku.
“Aku sayang kamu Resya! Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk
ninggalin aku!” Arga mengucapkan kata-kata itu untukku, ahh tidak
jangan percaya Resya! Ucapku dalam hati. “Ga kamu nggak usah
bohong-bohong lagi, jelas-jelas kamu nggak pernah seneng ada di deket
aku, kamu nggak pernah nunjukin ekspresi saat aku lihat kamu sama Dita
kemarin. Arga aku nggak apa-apa kamu nggak perlu kasian sama aku.”
Rasanya napasku semakin sesak saja.
Ku lihat Arga berlutut di hadapanku, ku lihat dia benar-benar
frustasi sekarang. “Resya, aku mohon maafin aku. Dari dulu kamu bilang
suka sama aku juga aku udah sayang kamu, cuma aku nggak tau gimana
harus nunjukin semua itu ke kamu. Aku selalu jadi orang canggung kalo
deket kamu, aku suka kamu nyamperin aku dengan sikap manja kamu, tapi
balik lagi Res, aku nggak tau kenapa akhirnya aku malah jadi cuek dan
nyebelin. Saat kamu ilang aku takut setengah mati, aku takut kamu
kenapa-napa. HP kamu nggak bisa dihubungin ternyata kamu buang. Aku
nyari kamu muter-muter tapi nggak ketemu, aku nyesel banget nggak mau
nganterin kamu waktu itu, pas kamu pulang aku bener-bener khawatir,
tapi nggak tau kenapa, aku jadi marah-marah lagi sama kamu. Aku liat
kamu nangis aku nyesel banget aku nggak tau harus ngapain aku bingung,
aku coba telpon kamu tapi malah kamu matiin Hpnya. Aku tau kamu marah
sama aku, jadi aku putusin besoknya aja aku ngehubungin kamu. ” Arga
berhenti sejenak melihatku dan menggenggam tanganku.
“Besoknya aku denger kabar dari Bi Nah kamu sakit. Makanan dan obat
yang dia kasih nggak kamu sentuh, aku panik dan langsung ke rumah kamu.
Kamu tidur ngigau macem-macem, kamu bilang kamu sakit dan apa aku
sayang sama kamu. Badan kamu panas banget, sampe aku nungguin kamu
semaleman. Aku takut kamu kenapa-napa dan aku bener nyesel banget saat
itu. Aku lega pas kamu bangun badan kamu udah nggak panas, tapi
lagi-lagi aku nggak pernah bisa bersikap manis sama kamu, bahkan aku
lupa kalo itu hari jadian kita. Aku minta maaf Resya.” Arga masih
memelas dan berlutut dihadapanku. Sungguh aku tidak menyangka sama
sekali, ternyata Arga juga menyayangiku. Aku pun ikut berlutut di
depannya.
“Sekarang kamu bangun! Aku bukan raja jadi kamu nggak perlu
berlutut gitu didepanku. Aku maafin kamu kok.” Aku menarik tangannya
berdiri, tapi dia masih tetap berlutut di hadapanku, “Apa kamu bakal
tetep ninggalin aku?” tanyanya penasaran. Aku hanya terdiam dan
menatapnya lama. Aku menghela napas pendek sebelum menjawab
pertanyaannya.
“Arga, aku maafin kamu kok, Cuma aku nggak bisa tetep disini,
terlalu nyakitin untuk aku Ga, aku butuh waktu untuk nyusun hatiku,
walaupun kamu bilang kamu sayang sama aku, rasanya udah terlanjur sakit
Ga. Kesabaranku udah habis, maaf Ga aku tetep harus pergi. Kalo emang
kita berjodoh kita bakal ketemu lagi suatu saat nanti. Tapi disaat itu
aku ataupun kamu jangan ada yang berusaha untuk saling mencari biar
semua jalan apa adanya. Aku sayang kamu Ga sekarang dan mudah-mudahan
sampai waktu itu tiba. Sekarang aku mau pergi jadi aku mohon kamu
berdiri dan lepasin aku.”
Arga berdiri dan memelukku erat, aku merasakan dia sangat tidak
ingin aku pergi, tapi keputusanku sudah bulat. Aku harus menata ulang
hidupku dan melupakan rasa sakit ini. “Resya, aku udah nggak bisa nahan
kamu lagi. Sekali lagi aku Cuma bisa bilang maaf buat kekecewaan kamu
atas segala sikapku. Aku emang cowok tolol yang nggak bisa bikin kamu
seneng. Semoga kamu bahagia dengan keputusan kamu. Aku sayang kamu!”
selesai bicara Arga langsung mengecup keningku pelan. Ini sungguh
perlakuan termanis yang aku terima dari cowokku.
Aku tersenyum sebelum masuk mobil yang mengantarku ke Bandara, aku
lambaikan tanganku ke arahnya dan dia membalasnya. Dalam hati aku
berucap, selamat tinggal Arga semoga setelah ini aku atau kamu tidak
ada lagi yang terluka.
Sudah tujuh tahun berlalu sekarang aku sudah dewasa dan bukan lagi
Resya yang dulu, yang selalu manja pada siapa saja. bahkan tiga tahun
terakhirku di Singapore aku tinggal sendirian karena orang tuaku telah
kembali lebih dulu ke Indonesia. Sekarang aku sudah lulus kuliah
jurusan manajemen dan membantu di perusahaan papaku. Hari ini aku
memutuskan pulang ke Indonesia karena disuruh pulang oleh orang tuaku.
Aku rindu sekali dengan tanah airku. Apa semuanya masih sama seperti
sebelum aku pergi? Nyatanya sudah banyak yang berubah disini, kecuali
perasaan sayangku yang kian dalam terhadap seseorang. Orang itu adalah
Arga, selama tujuh tahun ini kami memenuhi janji masing-masing tidak
ada yang berusaha mencari walau nyatanya itu terasa berat bagiku.
Tapi semua sudah kuserahkan pada Tuhan kalau memang kami berjodoh
biar saja rasa ini tumbuh dan akan selalu menjadi miliknya. Sebelum
pulang ke rumah aku memutuskan untuk mampir ke sebuah kafe favoritku,
kafe depan toko buku langgananku. Tak disangka aku kembali bertemu Dita
sahabat lamaku. Aku tidak membencinya walau aku marah padanya, tapi
dia tetap sahabatku.
“Resya? Kapan pulang ? kok nggak pernah ngasih kabar?” Dita membuka
percakapan dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, “Satu-satu nanyanya,
gue baru balik tuh koper gue masih di mobil. Gue sibuk banget disana
jadi belum sempet pulang sampe sekarang. Gimana kabar lo?” jawabku
seraya tersenyum padanya.
“Seperti yang lo liat gue baik, sekarang gue kerja sebagai manajer
di kafe ini.” Aku mengangguk sambil menyesap kopiku, dan memperhatikan
desain interior kafe ini, banyak perubahan namun tetap nyaman. Aku dan
Dita tidak lagi saling bicara. Sibuk dengan pikiran masing-masing,
tiba-tiba Dita terisak dan itu sangat membuatku kaget, “Lo kenapa ?”
tanyaku panik.
“Resya, maafin gue gara-gara gue semuanya hancur! Gue temen lo yang
paling jahat gue ngerusak semuanya. Gue pengecut nggak langsung minta
maaf sampe lo pergi ke Singapore. Maafin gue Res!” Pernyataan Dita
membuat dadaku agak sesak, “Gue udah maafin lo, dan gue mohon jangan
bahas hal itu lagi, semua udah lewat Dit.” Aku berusaha tersenyum
menghiburnya dan mengelus tangannya.
“Kalo aja gue nggak ngancurin semuanya nggak bakal kaya gini. Gue
bikin lo pergi dari sini dan gue ngancurin hati lo berdua. Gue sadar
Arga bukan buat gue. Sejak lo pergi jujur aja gue masih ngejar-ngejar
dia, tapi dia tetep nolak dan ngindarin gue. Akhirnya setahun setelah
lo pergi, Arga juga pergi dia ke Aussi lanjut kuliah disana, yang gue
denger sekarang dia jadi pengacara hebat disana, dan sampe sekarang dia
belum pernah balik lagi ke Indonesia.”
Apa, Arga juga pergi? Penjelasan Dita membuatku kembali ke tujuh
tahun lalu, aku kembali merasa sakit, sedih dan kesal. “Dita, udah ya
cukup gue mohon. Gue udah lupain semuanya, jangan bikin usaha gue
sia-sia. Gue udah maafin lo kok.” Ucapku menahan air mata yang mungkin
akan tumpah lagi, dari sekian lama aku tidak menangis. “Enggak Res, lo
mesti tau semuanya. Tapi makasih lo mau maafin gue.” Aku hanya mampu
tersenyum dan mengangguk pelan setelah itu aku segera berpamitan
pulang, aku rasa jika terlalu lama disini akan membuatku kembali
meneteskan air mata.
Di dalam mobil aku kembali teringat perkataan Dita, “...Gue sadar
Arga bukan buat gue. Sejak lo pergi jujur aja gue masih ngejar-ngejar
dia, tapi dia tetep nolak dan ngindarin gue. Sampe akhirnya setahun
setelah lo pergi, Arga juga pergi dia ke Aussi lanjut kuliah disana,
yang gue denger sekarang dia jadi pengacara hebat disana, dan sampe
sekarang dia belum pernah balik lagi ke Indonesia.”
Lalu dimana Arga sekarang? Apa dia masih menyayangiku? Ternyata
waktu tujuh tahun bukan yang cukup lama untuk melupakannya. Aku masih
menyimpan rasa sayang dan rindu padanya, walaupun aku sendiri tidak
tahu bagaimana perasaannya kini padaku.
***
Sudah seminggu kepulanganku ke Indonesia, dan selama seminggu ini
pikiranku masih dihantui oleh sosok Arga yang entah ada dimana
keberadaanya sekarang, Ahh sudahlah aku sibuk sekarang ini bukan waktu
yang tepat untuk memikirkan Arga . Malam ini keluargaku mengadakan
pesta pembukaan anak perusahaan papaku dan aku yang bertugas memimpin
perusahaan itu. Malam ini aku berdandan sederhana dengan gaun berwarna
gading dan rambut yang di jepit kecil dan sisanya tergerai bebas
sepinggang, cukup cantik pikirku.
Saat aku berdiri menyendiri di luar memandangi bintang yang
bertebaran, kulihat orang tuaku di dalam sedang bercengkrama dengan
orang tua Arga, jujur saja aku kaget tapi setelah ku ingat Lagi orang
tuaku dan orang tua Arga adalah teman baik , tapi kok Arganya nggak ada
ya? Aku agak kecewa.
Tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang saat aku menoleh
ternyata Arga ada dihadapanku. Ku lihat sosoknya yang hanya setengah
meter dariku dia memakai setelan jas dengan kemeja biru bergaris putih
tanpa dasi. Arga tampak lebih tinggi, lebih tampan dengan kulit putih
bersih dan kacamata minus yang dipakainya membuat ia terlihat berwibawa
dan jelas sosoknya semakin dewasa.
Aku tak mampu berkata-kata, hanya diam memandangnya dia pun
tersenyum manis padaku, “Tujuh tahun Res, kita nggak ketemu. Aku selalu
penasaran liat sosok kamu yang sekarang dan dugaanku nggak salah kamu
masih sama Resya yang cantik, bahkan lebih cantik.” Perkataannya
membuat hatiku terbang melayang, tapi tunggu dia kan pengacara pasti
sangat pintar berkata-kata.
“Terimakasih atas pujiannya, kamu juga keliatan beda sekarang.” Aku
tersenyum manis ke arahnya dan dia menatap mataku, jauh ke dalam
mataku. Aku pun jengah dan ingin segera berlalu dari sana, tapi Arga
menahan tanganku.
“kamu nggak penasaran kenapa aku bisa disini? Aku dipaksa ikut ke
acara ini sama orang tuaku. Awalnya aku nolak dan males dateng ke acara
semacam ini, tapi sekarang aku sangat berterima kasih sama mama,
papaku karena memaksaku kesini. Saat sampai ku lihat seorang perempuan
berdiri sendiri di taman memandang bintang dan aku tau itu kamu.
Sungguh Res, ini bukan rencanaku, takdir yang membawaku kesini.”
Aku kembali terdiam mendengar ucapannya, aku sudah bukan Resya yang
dulu, sekarang aku jauh lebih tenang menghadapi situasi ini, “Terus?
Apa maksud kamu Ga?” Arga kembali menatapku tepat di manik mataku.
“Apa rasa itu masih ada buatku Res? Tujuh tahun aku nunggu kamu
bahkan selama itu aku nggak pernah pulang kesini karena aku takut
ketemu kamu dan kamu bakal bilang semua udah berakhir. Rasa ini masih
tetap sama buat kamu Resya Ananda dan nggak akan pernah hilang,
bagaimana sama kamu? ” aku bingung Arga bisa berubah dan bersikap manis
padaku sesuatu yang nggak pernah bisa dia lakuin dulu.
“Kamu kenapa Ga? Kok bisa ngomong gitu? Kamu udah latihan dulu ya?”
tanyaku usil, walaupun hatiku girang sekali. “Resya, aku nggak
bercanda, aku sadar selama ini aku egois banget sama kamu, nggak bisa
ngertiin kamu sampai saatnya kamu pergi ninggalin aku. Aku sadar betapa
begonya aku sebagai pacar kamu waktu itu, dan aku tanya lagi bagaimana
sama kamu, apa rasa itu masih ada buat aku?” Ya Tuhan ternyata dia
serius dan sikap Arga manis sekali. Kata-katanya membuatku tersanjung.
“Kamu inget nggak? Sebelum aku pergi aku bilang, aku sayang kamu dan
mudah-mudahan sampai waktu itu tiba. Sekarang ini saatnya aku ketemu
kamu lagi, rasa itu nggak pernah pergi Ga dari hatiku, cuma mungkin
sekarang terlalu cepet Ga, aku baru seminggu pulang udah banyak banget
kejutan yang bawa aku balik ke tujuh tahun lalu.” Aku menjawab dengan
sikap setenang mungkin dan kembali menatap Arga.
“Itu bukan kejutan Resya, tapi itu takdir antara kamu dan aku. Resya
jangan buat semuanya kembali menjadi susah. Aku nggak mau lagi
kehilangan kamu Res, kita udah sama-sama dewasa. Aku harap udah nggak
ada lagi keegoisan pribadi antara kita. Aku mau kamu jujur sama
perasaanmu Res. Jangan sampai kejadian tujuh tahun lalu keulang karena
nggak ada kejujuran aku ke kamu.” Arga tampak sangat serius dan tegang
sekali, dia menggenggam tanganku sekarang dan melanjutkan ucapannya
“Aku udah nggak mau nunggu lagi, cukup tujuh tahun aku nyiksa
perasaanku Resya. Sekarang seperti yang kamu liat, aku udah mapan,
sikapku jauh lebih baik dari waktu zamannya kita SMA. Apa kamu mau
menjadi ratuku di dalam istana kecilku, Resya? Tiga hari lagi aku harus
balik ke Aussi, masih ada pekerjaan yang belum beres di sana.”
Apa? Arga melamarku sekarang, oh Tuhan inikah takdirku? Inikah
jawaban atas segala pertanyaanku? Seorang cowok yang tepat berdiri di
depanku sambil menggenggam tanganku memintaku untuk menjadi ratunya.
“Kamu beda banget sih Ga. Jadi lucu deh, tapi aku seneng kamu masih
mau nunggu aku dan bener-bener berubah buat aku, kamu mau bersikap
manis dan bikin aku tersanjung, aku udah bilang kan Ga rasa ini nggak
pernah pergi. Aku masih tetep sayang sama kamu.” Aku kembali tersenyum
menatapnya, “Jadi, kamu mau jadi pendamping hidupku?” tanyanya kembali,
ku lihat dia tersenyum cerah. Aku pun mengangguk pasti, tanda
menerimanya kembali jadi bagian hidupku, bukan hanya sebagai pacarku,
tapi sebagai pendamping hidupku.
Kami hanya saling menatap dalam diam ku pandangi matanya ada
secercah kebahagiaan dan ketulusan di dalamnya. Arga kembali tersenyum
dan memelukku lembut, “Terimakasih Resya, aku adalah orang paling
beruntung malam ini dan sepanjang hidupku kelak.” Dia melepas
pelukannya dan mengecup keningku lama. Aku sangat senang setelah tujuh
tahun berlalu, Arga kembali padaku, dia masih tetap menyayangiku.
Bahkan hari ini adalah hari terindah selama tujuh tahun penantian yang
tidak pasti. Akhirnya penasaranku terjawab juga. Arga Dewanta dia
masih orang yang sama orang yang selalu menyayangiku, bahkan jauh lebih
baik dari yang selama ini ku kenal. Kisah penuh air mata itu terbalas
dengan senyum kebahagiaan saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar