Minggu, 28 Desember 2014

Akhirnya terjawab juga

Hari minggu ini aku sangat bosan, semua orang di rumahku pergi. Saat aku bangun tidur tadi aku hanya disapa Bi Nah pembantuku. Aku memang sudah, terbiasa begini orang tuaku sibuk, lebih tepatnya ayahku yang sibuk tapi mamaku selalu ingin mendampingi ayahku yang sekarang sedang menetap di Singapore. Mereka romantis ya? Ahh lebih baik ku sms Arga saja, dia pacarku walaupun hubungan kami tidak seperti orang tuaku tapi aku senang menjadi pacarnya.

To: My Arga  
Arga,kmu udh bngun blm?
Bisa tmenin aku prg gak hri nih?

From: My Arga  
Udh, kmana sh?  
Gue mls keluar Res, kpn2 aj ya.
Lgian ga stiap lo prgi hrs sma gue kn?
 Blajar hdup sndri, jgn mnja!

Setelah kubaca smsnya langsung ku buang handphoneku. Aku hanya memintanya pergi denganku kalau tidak mau ya sudah, kenapa harus bicara seperti itu? Aku sudah dua tahun pacaran sama Arga, memang sih aku yang menyatakan perasaanku padanya dan ternyata dia menerimaku, walaupun ada sedikit paksaan dari mamaku dan mamanya. Orang tua kami memang berteman dekat, tapi selama aku dan Arga pacaran, dia nggak pernah bersikap seperti pacarku, dia dingin dan cuek terhadapku. Bahkan bicara denganku saja dia tidak pernah menggunakan aku dan kamu, apalagi memanggilku dengan sebutan sayang. Tapi aku sangat menyayanginya walaupun sikapnya begitu padaku, mungkin hari ini dia capek, ya sudah aku pergi sendiri saja. soalnya Dita sahabatku sedang ada acara keluarga, pasti dia sibuk.

***
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke mall di kotaku. Hari ini aku ingin membeli sesuatu untuk Arga karena lusa adalah hari jadian kami yang ke dua tahun. Lalu kudatangi toko baju lebih baik aku belikan saja baju itu lebih aman pikirku. Disaat aku sedang melihat-lihat baju, aku melihat sosok yang tidak asing bagiku. Arga dan Dita jalan bareng, mereka tertawa dan bercanda sesuatu yang tidak pernah Arga lakukan bersamaku. Jujur saja hatiku sakit, tapi aku harus berpikir positif mungkin Arga ingin memberiku kado jadian dan dia memerlukan pendapat Dita, karena Dita sahabatku sejak dulu.

Cepat-cepat ku bayar baju yang kupilih dan ku tinggalkan mall itu. Ternyata hati dan pikiranku bertolak belakang aku cemburu melihat kejadian tadi. Ku lajukan mobilku entah kemana, sampai aku lelah berputar-putar selama tiga jam. Ku tepikan mobilku dipinggir jalan, lagi-lagi terbayang adegan di mall tadi antara Arga dan Dita. Tuhan bantu aku jernihkan pikiranku, aku sangat bingung hatiku sakit melihatnya, aku menangis sambil membenamkan wajahku pada kemudi mobil, setelah tenang aku bangun dan melihat jam di dasbord mobilku ternyata sudah pukul sepuluh malam, ternyata aku terlalu lama menangis. Ku lajukan mobilku pulang ke rumah dengan cepat. Sampai di rumah aku langsung disambut tatapan garang dari Arga, dia menghampiriku dengan setengah berlari.

“Lo kemana aja sih Res? Seneng banget bikin orang pusing gara-gara lo! Sampe nyokap lo telpon gue gara-gara khawatir sama lo! Kata Bi Nah lo pergi dari jam sepuluh pagi, lo liat sekarang jam berapa? Jam setengah dua belas malem Resya! Mana handphone pake segala lo buang ke tempat sampah, untung Bi Nah nemuin. Udah nggak butuh handphone lo? Jawab gue Resya! ” Aku menatap Arga dengan mataku yang berlinang, ku pikir dia akan menanyaiku dengan baik-baik karena mengkhawatirkanku ternyata hanya ucapan yang keras penuh kekesalan yang kudengar darinya.

“kenapa? aku kan nggak ganggu acara kamu. Tadi aku di suruh pergi sendiri sekarang kamu teriak-teriak di depan muka ku, kamu punya perasaan apa nggak sih Ga? Aku kira kamu khawatir sama aku, ternyata cuma gara-gara mamaku yang nyuruh kamu nyari aku. Kamu pulang aja udah malem dan besok sekolah, nanti aku yang telepon mamaku, makasih.” Tak terasa air mataku jatuh juga di depannya ku lihat dia terdiam mendengar ucapanku lalu aku berlari masuk ke kamarku. Ku lihat handphoneku ada 7 miscall dari mamaku, 4 miscall dari papaku dan 3 miscall dari Dita, bahkan untuk menghubungiku saja Arga tidak melakukannya. Tiba-tiba HPku berbunyi tertera nama My Arga disana, lalu ku nonaktifkan Hpku lebih baik begini pikirku. Aku lelah hari ini dan aku tertidur dengan wajah yang pias karena habis menangis.

***

Hari ini aku tidak masuk sekolah karena kepalaku agak pusing dan badanku panas, sepertinya aku demam karena kemarin aku terlalu lelah dan banyak pikiran sampai tidak ingat makan. Aku menghabiskan waktuku untuk membaca novel , tapi pikiranku tidak terfokus ke alur ceritanya. Hatiku masih terasa sakit mengingat kejadian kemarin saat Arga tertawa riang bersama Dita dan saat Arga memarahiku dengan penuh emosi kekesalan, itu due kejadian yang saling bertentangan. Air mataku kembali menetes, namun cepat-cepat aku menghapusnya.

Tokk..tokk..tokk pintu kamarku di ketuk, “masuk!” seruku. Dan kulihat Dita datang dengan wajah yang panik, aku tersenyum melihatnya, senyum yang hambar kalau dia menyadarinya. “Resya! Lo kenapa? Sakit ya, terus lo kemarin kemana aja sih? Semua orang panik nyari lo.” Tanyanya padaku, “Gue cuma jalan-jalan kok, Arga katanya males keluar dan gue nggak enak ganggu lo. ” ucapku masih sambil tersenyum, ku lihat dia agak salah tingkah .

“Maaf ya, coba aja kemarin gue nggak ada acara keluarga lo bakal gue temenin kemanapun lo mau.” Ucap Dita masih dengan nada bersalah. Ku pandangi Dita, apa dia sahabatku kenapa dia berbohong? Aku lelah sangat lelah dengan kenyataan ini, aku kembali tersenyum padanya “Dit, gue pusing dan ngantuk gue mau tidur dulu ya? Maaf banget.” Ujarku, lalu kulihat dia berdiri dan membalas senyumku.

“Yaudah lo tidur ya, istirahat biar cepet sembuh, gue balik sekarang gue cuma mastiin lo nggak kenapa-napa.” Dita keluar kamarku dan ku pandangi dia sampai dia menghilang dibalik pintu. Kenapa kamu bohong Dit? Tuhan jangan sampai aku berpikiran negatif terhadap sahabatku. Aduh kepalaku sangat pusing, kulirik meja disampingku makanan dan obat tidak ada yang ku minum. Bagiku sakit yang ada di dalam hatiku jauh lebih sakit, jadi untuk apa aku mengobati sakit yang hanya demam. Aku pun tertidur karena tidak kuat merasa sakit kepala yang luar biasa.

***

Pagi ini ku terbangun aku kaget melihat Arga tertidur disamping tempat tidurku. Aku tersenyum melihatnya, jujur aku senang karena baru pertama kali Arga begini, namun senyumku langsung lenyap saat ingat ini pasti permintaan mamaku atau Tante Dea mamanya Arga. Ku lihat meja disamping tempat tidurku ada baskom yang berisikan air dan lap handuk, mungkin itu digunakannya untuk mengompresku semalam. Ku guncang tangan Arga pelan, dia pun terbangun. “kamu ngapain disini?” tanyaku, namun dia langsung memegang dahiku dan mengukur suhu tubuhku dengan termometer, saat dipastikan suhu badanku normal dia membereskan semuanya tanpa bicara padaku, “kamu disini pasti disuruh mamaku atau Tante Dea kan? tapi nggak papa makasih ya, udah jagain aku.” Aku bangkit dari tempat tidurku dan hendak ke kamar mandi untuk mencuci muka, namun kepalaku masih agak pusing sehingga keseimbangan tubuhku agak goyah Arga dengan sigap menanggkap tubuhku.

“Lo mau kemana sih? Jelas-jelas belum sembuh bener.” Ucapnya sambil membantuku kembali ke tempat tidur. “Kalo aku nggak jatuh tadi kamu pasti diemin aku. Salahku apa Ga?” Arga masih diam, dia sibuk membereskan baskom dan handuk yang dipakainya untuk mengompresku semalam, lalu dia keluar kamarku dan kembali mebawakan sarapan untukku, “makan terus minum obatnya!” perintahnya. Aku memalingkan mukaku darinya, “Nggak mau, aku kenyang.” Ucapku datar. Dia menghela napasnya berat, “Res, lo harus makan! Nggak mungkin lo kenyang Bi Nah bilang semua makanan yang dia bawain buat lo nggak ada yang lo sentuh.

"Ayo dong Res makan, lo nggak kasian liat gue? Kalo lo sakit, disuruh ataupun nggak gue sama nyokap lo gue tetep bakal disini karena gue cowok lo, sekarang gue capek banget jadi lo makan ya? ” Arga membujukku ya walaupun masih ada nada tegas di dalamnya aku tidak peduli sama sekali.

Aku girang setengah mati dengan kata-katanya baru kali ini dia bersikap manis padaku, aku pun mengangguk dan mau makan. Setelah makan dan minum obat Arga menyuruhku untuk tidur lagi, dia mau pulang dulu untuk istirahat, “Makasih kamu mau ngerawat aku ya. Ngomong-ngomong kok kamu tau aku sakit? ” tanyaku penasaran, dia duduk di depanku dan mengancamku, “Awas kalo lo matiin HP lagi! Gue jadi repot gara-gara itu.”

Dia bangkit dari duduknya dan hendak pergi namun ku tahan tangannya, “Tunggu aku punya sesuatu buat kamu, Happy Anniversary dua tahun ya Ga.” Ucapku sambil memeberikan kado yang kusiapkan untuknya dengan senyum termanis yang ku punya tentunya. Dia mengambil hadiah dariku dan mengusap lembut kepalaku lalu dia pamit pulang, “Gue balik dulu ya Res.” Aku mengangguk dan kembali tiduran di tempat tidurku. Hari ini aku senang sekali Arga mengusap kepalaku dan bersikap lebih lembut hari ini.

***

Sudah seminggu hari manis itu berlalu, tapi sampai sekarang Arga tidak memberiku apa-apa. Bukannya aku pamrih tapi bukan sudah sewajarnya dia memberiku sesuatu. Tak apalah yang penting aku senang karena dia masih setia menjadi pacarku, toh aku juga sudah melupakan kejadian waktu itu aku melihat Arga dan Dita bersama di mall, mungkin mereka memang punya keperluan lain atau sekedar tidak sengaja bertemu.

Aku sedang berjalan ke kantin bersama Dita sahabatku, lalu kulihat Arga sedang duduk bersama temannya di kantin lalu ku hampiri dia, “Ga, anterin aku pulang ya, mobilku rusak aku nggak bawa mobil hari ini” aku memelas dihadapannya, agar dia iba padaku dan mau mengantarku pulang, “Iya, iya, lo mau makan?” katanya “Iya, tadi aku nggak sarapan. Jadi, aku ngajak Dita makan sekarang. Kamu udah makan?” tanyaku padanya “Udah tuh baru selesai.”

“Ehemm berasa nyamuk nih kita, iya nggak Dit? Gue cabut dulu deh ke kelas.” Riko teman Arga menyindir aku dan Arga, aku hanya tertawa pelan dan Dita pun mengangguk setuju dengan ucapan Riko, “Ehh elo Dit, makan juga nih?” Arga memulai percakapan dengan Dita, “Iya Ga, gue laper lagian tadi udah di tarik-tarik sama Resya.” Mereka bercakap-cakap sendiri mengacuhkanku yang berada disebelah Arga. Bahkan mereka bercanda dan tertawa tanpa memandangku.

Aku merasakan sakit lagi, sakit yang sama saat pertama melihat mereka jalan berdua di mall. Perlahan aku meninggalkan mereka berdua di kantin, rasanya aku tak sanggup berada di sana lebih lama. Pulang sekolah aku tidak jadi minta diantar Arga, saat bel pulang berbunyi aku langsung kabur menninggalkan Dita dan Arga. Aku rasa aku butuh ketenangan, tapi aku kecewa Arga tidak mencariku dia juga tidak menelepon atau mengirim sms menanyakan keadaanku. Aku lelah seperti ini. Ku tepis perasaanku dan pikiran burukku, lebih baik aku berpikir positif, Dita sahabat baikku dan Arga pacarku mereka orang terdekatku saat ini dan aku percaya pada mereka. Bosan sekali rasanya di rumah buku-buku bacaanku juga habis jadi ku putuskan pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku bacaan, karena mobilku dibengkel aku pakai punya mama aja lah, cuma ke toko buku bukan pergi jarak jauh.

Sesampainya di toko buku, aku langsung memborong sekaligus 8 judul buku yang menurutku bagus, aku sangat suka membaca jadi setiap bulan pasti aku membeli buku, minimal lima bukulah. Setelah selesai mambayar aku ingin langsung pulang, tapi aku melihat Dita dan Arga sedang duduk berdua di Kafe yang letaknya di sebrang toko buku langgananku. Mereka sepertinya sedang seru mengobrol dan bercanda, aku pun berniat menghampiri mereka dan ikut mengobrol karena aku sangat bosan di rumah.

Langkahku terhenti seketika di depan jendela kafe itu.
Langkahku terhenti seketika di depan jendela saat ku llihat Dita mengecup pipi Arga. Aku shock setengah mati. Ku lihat Arga melihatku dan langsung berdiri memanggilku, aku berbalik dan berlari ke mobilku. Sial trernyata Arga berhasil mengejarku dan menahanku masuk ke mobil, “Res, please dengerin gue dulu! Jangan pergi dengerin gue dulu ya.” Arga memohon kepadaku, aku tersenyum pahit melihatnya air mataku mengalir deras, “Ga, lepasin tanganku! Aku mau pulang. Saat ini aku nggak butuh denger apa-apa dari kamu. Kalo kamu emang sayang sama Dita, aku nggak keberatan Ga.” Aku berkata padanya sambil mengusap air mataku yang nggak berhenti mengalir, ku tepis tangan Arga dan kulajukan mobilku ke rumah.

Beberapa menit kemudian Arga sampai di rumahku. Dia mengetuk pintu kamarku terus-menerus dan aku masih terisak di atas kasurku yang sekarang penuh gumpalan tissu. “Resya dengerin gue! Gue minta maaf, Dita emang sering ngajak gue jalan katanya butuh bantuan gue dan gue pikir dia sahabat lo jadi nggak ada salahnya gue bantu dia, beberapa kali gue jalan sama dia Res, tapi gue anggep dia cuma temen sama kaya lo anggep dia, sampe tadi dia ngajak gue ke kafe katanya mau nanya dan ngomong penting sama gue, yaudah gue sanggupin ternyata dia malah nembak gue dan nyium pipi gue tanpa gue duga. Resya please buka pintunya! Gue minta maaf.” Tangisku makin pecah mendengar penjelasan Arga sakit sekali perasaaanku. Aku ditusuk oleh sahabatku sendiri dan aku sama sekali tidak tau bagaimana perasaan Arga padaku.

Aku mulai bicara dari balik pintu kamarku, “Kamu tau nggak? aku seneng banget kamu jadi pacarku, walaupun saat itu butuh paksaan dari mamaku dan mama kamu buat kamu nerima aku. Rasanya itu hal yang paling istimewa. Aku nggak peduli kamu nggak pernah bersikap manis sama aku, kamu nggak pernah ngomong aku kamu sama aku, sungguh aku nggak peduli saat itu, yang penting kamu mau jadi pacarku itu udah cukup Ga, sampe akhirnya aku mikir apa kamu sayang sama aku? ” Aku terdiam beberapa saaat untuk menghela napas dan melanjutkan ucapanku,

“Saat aku pulang sampe tengah malem aku harap kamu khawatir dan nanyain aku dengan sikap penuh kekhawatiran, tapi nyatanya enggak. Kamu ngebentak aku di depan mukaku, padahal aku lagi berusaha nenangin hati aku gara-gara aku liat kamu jalan sama Dita di mall dengan ekspresi penuh tawa, sesuatu yang nggak pernah aku bayangin saat kamu lagi sama aku.” Aku kembali mengusap air mataku.

“Sampai akhirnya aku sakit. Aku seneng banget saat itu kamu mau ngerawat aku sampe aku sembuh, aku berharap kamu sayang sama aku. Tapi lagi-lagi kamu nggak pernah nyatain itu ke aku. Bahkan disaat hari jadian kita Ga! Hari ini aku liat kamu di kantin, aku samperin kamu masih berharap kamu mau sedikit aja ngasih perhatian kamu ke aku, tapi lagi-lagi aku kecewa kamu malah asik ngobrol sama Dita. Bahkan saat pulang aku kabur kamu nggak telpon atau sms aku untuk sekedar mastiin aku baaik-baik aja. Puncaknya di kafe Ga! Aku liat kamu seru ngobrol sama Dita saat aku mau ikut gabung karena bosen di rumah dan hal yang mengejutkan terjadi aku liat kamu dicium Dita. Kamu tau rasanya Ga? Sakit banget! Tapi kalo kamu sayang sama Dita aku rela Ga. Aku nggak maksa kamu sama aku.” Aku menangis tersedu-sedu selesai bicara padanya. Aku kembali membuka semua lukaku.

“Resya, gue minta maaf. Gue nggak tau lo mendem semuanya sampe kaya gini.” Arga masih mengetuk pintuku, dari nada suaranya sepertinya dia juga merasakan kesedihan, lirih dan penuh penyesalan, “Kamu pulang aja Ga! Please aku mau sendiri dulu.” Ucapku akhirnya. Ku dengar langkah kakinya pergi semakin menjauh.
Tiba-tiba Hpku berbunyi, tanda ada sms masuk, lalu kubuka dan ternyata dari Dita.

From: Dita My Bf
Cwok lo gk slah Res, yg slh gw, maafin gw ya.
Sbnerny gw ska sma cwok lo dri sblm lo jdian, gw gak trma Res,
jdi gw ptsin buat ngncurin hubngn lo sma dia. Lo nggk tau kn? gmna
paniknya dia wktu lo ilng dn lo skt, gw iri sma lo Res. Smpe gw ngorbnin
prasaan gw sbg shbt lo buat ngrebut dia dri lo, tpi syng gue gak brhasil
ngerebut dia. Sekali lgi maafin gw Res.
Klo gw dtg ke rmh lo pst lo gk mau ktmu gw jdi gw hrap sms ni ckup ngjelasn smuanya.


Aku kembali menangis, tega-teganya Dita mau menghancurkan pertemanannya denganku. Bahkan dia rela menusuk diriku dari belakang. Hatiku benar-benar sakit saat ini. Ku nonaktifkan kembali HPku. Dalam waktu yang singkat merasakan sakit hati yang sangat dalam. Aku mau pergi, aku nggak bisa disini dengan keadaan hatiku yang hancur.

***

Hari ini aku kembali membolos sekolah , aku putuskan untuk menyusul orang tuaku ke Singapore, lebih baik aku tinggal disana dan memulai lagi hidupku yang baru. Di saat aku mau berangkat ku lihat Arga datang dia memarkir mobilnya sembarangan lalu dia berlari menghampiriku. Ku lihat wajahnya yang cemas dan takut suatu ekspresi yang belum pernah tunjukan padaku. Aku hanya menatapnya datar tanpa ekspresi.

“Resya, jangan pergi! Gue mohon lo jangan pergi!” Ucapnya dengan nada yang sangat lirih. Aku hampir saja luluh dengan kata-katanya barusan, “Maaf Ga, aku mau berangkat nanti aku telat.” Balasku sambil mengangkat koperku ke bagasi mobil. “Kalo lo mau pergi harus sama gue, lo nggak boleh ninggalin gue Res!” Aku menatap Arga lama, aku tidak mengerti apa maunya sebenarnya.

“Mau kamu apa sih Ga? Aku capek Ga hatiku sakit! Tolong jangan kamu persulit keadaanku.” Aduh lagi-lagi aku menangis, ku lihat wajahnya ternyata dia juga sedang menatap lurus ke mataku.

“Aku sayang kamu Resya! Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk ninggalin aku!” Arga mengucapkan kata-kata itu untukku, ahh tidak jangan percaya Resya! Ucapku dalam hati. “Ga kamu nggak usah bohong-bohong lagi, jelas-jelas kamu nggak pernah seneng ada di deket aku, kamu nggak pernah nunjukin ekspresi saat aku lihat kamu sama Dita kemarin. Arga aku nggak apa-apa kamu nggak perlu kasian sama aku.” Rasanya napasku semakin sesak saja.

Ku lihat Arga berlutut di hadapanku, ku lihat dia benar-benar frustasi sekarang. “Resya, aku mohon maafin aku. Dari dulu kamu bilang suka sama aku juga aku udah sayang kamu, cuma aku nggak tau gimana harus nunjukin semua itu ke kamu. Aku selalu jadi orang canggung kalo deket kamu, aku suka kamu nyamperin aku dengan sikap manja kamu, tapi balik lagi Res, aku nggak tau kenapa akhirnya aku malah jadi cuek dan nyebelin. Saat kamu ilang aku takut setengah mati, aku takut kamu kenapa-napa. HP kamu nggak bisa dihubungin ternyata kamu buang. Aku nyari kamu muter-muter tapi nggak ketemu, aku nyesel banget nggak mau nganterin kamu waktu itu, pas kamu pulang aku bener-bener khawatir, tapi nggak tau kenapa, aku jadi marah-marah lagi sama kamu. Aku liat kamu nangis aku nyesel banget aku nggak tau harus ngapain aku bingung, aku coba telpon kamu tapi malah kamu matiin Hpnya. Aku tau kamu marah sama aku, jadi aku putusin besoknya aja aku ngehubungin kamu. ” Arga berhenti sejenak melihatku dan menggenggam tanganku.

“Besoknya aku denger kabar dari Bi Nah kamu sakit. Makanan dan obat yang dia kasih nggak kamu sentuh, aku panik dan langsung ke rumah kamu. Kamu tidur ngigau macem-macem, kamu bilang kamu sakit dan apa aku sayang sama kamu. Badan kamu panas banget, sampe aku nungguin kamu semaleman. Aku takut kamu kenapa-napa dan aku bener nyesel banget saat itu. Aku lega pas kamu bangun badan kamu udah nggak panas, tapi lagi-lagi aku nggak pernah bisa bersikap manis sama kamu, bahkan aku lupa kalo itu hari jadian kita. Aku minta maaf Resya.” Arga masih memelas dan berlutut dihadapanku. Sungguh aku tidak menyangka sama sekali, ternyata Arga juga menyayangiku. Aku pun ikut berlutut di depannya.

“Sekarang kamu bangun! Aku bukan raja jadi kamu nggak perlu berlutut gitu didepanku. Aku maafin kamu kok.” Aku menarik tangannya berdiri, tapi dia masih tetap berlutut di hadapanku, “Apa kamu bakal tetep ninggalin aku?” tanyanya penasaran. Aku hanya terdiam dan menatapnya lama. Aku menghela napas pendek sebelum menjawab pertanyaannya.

“Arga, aku maafin kamu kok, Cuma aku nggak bisa tetep disini, terlalu nyakitin untuk aku Ga, aku butuh waktu untuk nyusun hatiku, walaupun kamu bilang kamu sayang sama aku, rasanya udah terlanjur sakit Ga. Kesabaranku udah habis, maaf Ga aku tetep harus pergi. Kalo emang kita berjodoh kita bakal ketemu lagi suatu saat nanti. Tapi disaat itu aku ataupun kamu jangan ada yang berusaha untuk saling mencari biar semua jalan apa adanya. Aku sayang kamu Ga sekarang dan mudah-mudahan sampai waktu itu tiba. Sekarang aku mau pergi jadi aku mohon kamu berdiri dan lepasin aku.”

Arga berdiri dan memelukku erat, aku merasakan dia sangat tidak ingin aku pergi, tapi keputusanku sudah bulat. Aku harus menata ulang hidupku dan melupakan rasa sakit ini. “Resya, aku udah nggak bisa nahan kamu lagi. Sekali lagi aku Cuma bisa bilang maaf buat kekecewaan kamu atas segala sikapku. Aku emang cowok tolol yang nggak bisa bikin kamu seneng. Semoga kamu bahagia dengan keputusan kamu. Aku sayang kamu!” selesai bicara Arga langsung mengecup keningku pelan. Ini sungguh perlakuan termanis yang aku terima dari cowokku.

Aku tersenyum sebelum masuk mobil yang mengantarku ke Bandara, aku lambaikan tanganku ke arahnya dan dia membalasnya. Dalam hati aku berucap, selamat tinggal Arga semoga setelah ini aku atau kamu tidak ada lagi yang terluka.


Sudah tujuh tahun berlalu sekarang aku sudah dewasa dan bukan lagi Resya yang dulu, yang selalu manja pada siapa saja. bahkan tiga tahun terakhirku di Singapore aku tinggal sendirian karena orang tuaku telah kembali lebih dulu ke Indonesia. Sekarang aku sudah lulus kuliah jurusan manajemen dan membantu di perusahaan papaku. Hari ini aku memutuskan pulang ke Indonesia karena disuruh pulang oleh orang tuaku.

Aku rindu sekali dengan tanah airku. Apa semuanya masih sama seperti sebelum aku pergi? Nyatanya sudah banyak yang berubah disini, kecuali perasaan sayangku yang kian dalam terhadap seseorang. Orang itu adalah Arga, selama tujuh tahun ini kami memenuhi janji masing-masing tidak ada yang berusaha mencari walau nyatanya itu terasa berat bagiku.

Tapi semua sudah kuserahkan pada Tuhan kalau memang kami berjodoh biar saja rasa ini tumbuh dan akan selalu menjadi miliknya. Sebelum pulang ke rumah aku memutuskan untuk mampir ke sebuah kafe favoritku, kafe depan toko buku langgananku. Tak disangka aku kembali bertemu Dita sahabat lamaku. Aku tidak membencinya walau aku marah padanya, tapi dia tetap sahabatku.

“Resya? Kapan pulang ? kok nggak pernah ngasih kabar?” Dita membuka percakapan dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, “Satu-satu nanyanya, gue baru balik tuh koper gue masih di mobil. Gue sibuk banget disana jadi belum sempet pulang sampe sekarang. Gimana kabar lo?” jawabku seraya tersenyum padanya.
“Seperti yang lo liat gue baik, sekarang gue kerja sebagai manajer di kafe ini.” Aku mengangguk sambil menyesap kopiku, dan memperhatikan desain interior kafe ini, banyak perubahan namun tetap nyaman. Aku dan Dita tidak lagi saling bicara. Sibuk dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba Dita terisak dan itu sangat membuatku kaget, “Lo kenapa ?” tanyaku panik.

“Resya, maafin gue gara-gara gue semuanya hancur! Gue temen lo yang paling jahat gue ngerusak semuanya. Gue pengecut nggak langsung minta maaf sampe lo pergi ke Singapore. Maafin gue Res!” Pernyataan Dita membuat dadaku agak sesak, “Gue udah maafin lo, dan gue mohon jangan bahas hal itu lagi, semua udah lewat Dit.” Aku berusaha tersenyum menghiburnya dan mengelus tangannya.

“Kalo aja gue nggak ngancurin semuanya nggak bakal kaya gini. Gue bikin lo pergi dari sini dan gue ngancurin hati lo berdua. Gue sadar Arga bukan buat gue. Sejak lo pergi jujur aja gue masih ngejar-ngejar dia, tapi dia tetep nolak dan ngindarin gue. Akhirnya setahun setelah lo pergi, Arga juga pergi dia ke Aussi lanjut kuliah disana, yang gue denger sekarang dia jadi pengacara hebat disana, dan sampe sekarang dia belum pernah balik lagi ke Indonesia.”

Apa, Arga juga pergi? Penjelasan Dita membuatku kembali ke tujuh tahun lalu, aku kembali merasa sakit, sedih dan kesal. “Dita, udah ya cukup gue mohon. Gue udah lupain semuanya, jangan bikin usaha gue sia-sia. Gue udah maafin lo kok.” Ucapku menahan air mata yang mungkin akan tumpah lagi, dari sekian lama aku tidak menangis. “Enggak Res, lo mesti tau semuanya. Tapi makasih lo mau maafin gue.” Aku hanya mampu  tersenyum dan mengangguk pelan setelah itu aku segera berpamitan pulang, aku rasa jika terlalu lama disini akan membuatku kembali meneteskan air mata.

Di dalam mobil aku kembali teringat perkataan Dita, “...Gue sadar Arga bukan buat gue. Sejak lo pergi jujur aja gue masih ngejar-ngejar dia, tapi dia tetep nolak dan ngindarin gue. Sampe akhirnya setahun setelah lo pergi, Arga juga pergi dia ke Aussi lanjut kuliah disana, yang gue denger sekarang dia jadi pengacara hebat disana, dan sampe sekarang dia belum pernah balik lagi ke Indonesia.”

Lalu dimana Arga sekarang? Apa dia masih menyayangiku? Ternyata waktu tujuh tahun bukan yang cukup lama untuk melupakannya. Aku masih menyimpan rasa sayang dan rindu padanya, walaupun aku sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya kini padaku.
***
Sudah seminggu kepulanganku ke Indonesia, dan selama seminggu ini pikiranku masih dihantui oleh sosok Arga yang entah ada dimana keberadaanya sekarang, Ahh sudahlah aku sibuk sekarang  ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan Arga . Malam ini keluargaku mengadakan pesta pembukaan anak perusahaan papaku dan aku yang bertugas memimpin perusahaan itu. Malam ini aku berdandan sederhana dengan gaun berwarna gading dan rambut yang di jepit kecil dan sisanya tergerai bebas sepinggang, cukup cantik pikirku.

Saat aku berdiri menyendiri di luar memandangi bintang yang bertebaran, kulihat orang tuaku di dalam sedang bercengkrama dengan orang tua Arga, jujur saja aku kaget tapi setelah ku ingat Lagi orang tuaku dan orang tua Arga adalah teman baik , tapi kok Arganya nggak ada ya? Aku agak kecewa.

Tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang saat aku menoleh ternyata Arga ada dihadapanku. Ku lihat sosoknya yang hanya setengah meter dariku dia memakai setelan jas dengan kemeja biru bergaris putih tanpa dasi. Arga tampak lebih tinggi, lebih tampan dengan kulit putih bersih dan kacamata minus yang dipakainya membuat ia terlihat berwibawa dan jelas sosoknya semakin dewasa.

Aku tak mampu berkata-kata, hanya diam memandangnya dia pun tersenyum manis padaku, “Tujuh tahun Res, kita nggak ketemu. Aku selalu penasaran liat sosok kamu yang sekarang dan dugaanku nggak salah kamu masih sama Resya yang cantik, bahkan lebih cantik.” Perkataannya membuat hatiku terbang melayang, tapi tunggu dia kan pengacara pasti sangat pintar berkata-kata.

“Terimakasih atas pujiannya, kamu juga keliatan beda sekarang.”  Aku tersenyum manis ke arahnya dan dia menatap mataku, jauh ke dalam mataku. Aku pun jengah dan ingin segera berlalu dari sana, tapi Arga menahan tanganku.
“kamu nggak penasaran kenapa aku bisa disini? Aku dipaksa ikut ke acara ini sama orang tuaku. Awalnya aku nolak dan males dateng ke acara semacam ini, tapi sekarang aku sangat berterima kasih sama mama, papaku karena memaksaku  kesini. Saat sampai ku lihat seorang perempuan berdiri sendiri di taman memandang bintang dan aku tau itu kamu. Sungguh Res, ini bukan rencanaku, takdir yang membawaku kesini.”

Aku kembali terdiam mendengar ucapannya, aku sudah bukan Resya yang dulu, sekarang aku jauh lebih tenang menghadapi situasi ini, “Terus? Apa maksud kamu Ga?” Arga kembali menatapku  tepat di manik mataku.
“Apa rasa itu masih ada buatku Res? Tujuh tahun aku nunggu kamu bahkan selama itu aku nggak pernah pulang kesini karena aku takut ketemu kamu dan kamu bakal bilang semua udah berakhir. Rasa ini masih tetap sama buat kamu Resya Ananda dan nggak akan pernah hilang, bagaimana sama kamu? ” aku bingung Arga bisa berubah dan bersikap manis padaku sesuatu yang nggak pernah bisa dia lakuin dulu.

“Kamu kenapa Ga? Kok bisa ngomong gitu? Kamu udah latihan dulu ya?” tanyaku usil, walaupun hatiku girang sekali. “Resya, aku nggak bercanda, aku sadar selama ini aku egois banget sama kamu, nggak bisa ngertiin kamu sampai saatnya kamu pergi ninggalin aku. Aku sadar betapa begonya aku sebagai pacar kamu waktu itu, dan aku tanya lagi bagaimana sama kamu, apa rasa itu masih ada buat aku?” Ya Tuhan ternyata dia serius dan sikap Arga manis sekali. Kata-katanya membuatku tersanjung.

“Kamu inget nggak? Sebelum aku pergi aku bilang, aku sayang kamu dan mudah-mudahan sampai waktu itu tiba. Sekarang ini saatnya aku ketemu kamu lagi, rasa itu nggak pernah pergi Ga dari hatiku, cuma mungkin sekarang terlalu cepet Ga, aku baru seminggu pulang udah banyak banget kejutan yang bawa aku balik ke tujuh tahun lalu.” Aku menjawab dengan sikap setenang mungkin dan kembali menatap Arga.

“Itu bukan kejutan Resya, tapi itu takdir antara kamu dan aku. Resya jangan buat semuanya kembali menjadi susah. Aku nggak mau lagi kehilangan kamu Res, kita udah sama-sama dewasa. Aku harap udah nggak ada lagi keegoisan pribadi antara kita. Aku mau kamu jujur sama perasaanmu Res. Jangan sampai kejadian tujuh tahun lalu keulang karena nggak ada kejujuran aku ke kamu.”  Arga tampak sangat serius dan tegang sekali, dia menggenggam tanganku sekarang dan melanjutkan ucapannya “Aku udah nggak mau nunggu lagi, cukup tujuh tahun aku nyiksa perasaanku Resya. Sekarang seperti  yang kamu liat, aku udah mapan, sikapku jauh lebih baik dari waktu zamannya kita SMA. Apa kamu mau menjadi ratuku di dalam istana kecilku, Resya? Tiga hari lagi aku harus balik ke Aussi, masih ada pekerjaan yang belum beres di sana.”

Apa? Arga melamarku sekarang, oh Tuhan inikah takdirku? Inikah jawaban atas segala pertanyaanku? Seorang cowok yang tepat berdiri di depanku sambil menggenggam tanganku memintaku untuk menjadi ratunya. “Kamu beda banget sih Ga.  Jadi lucu deh, tapi aku seneng kamu masih mau nunggu aku dan bener-bener berubah buat aku, kamu mau bersikap manis dan bikin aku tersanjung, aku udah bilang kan Ga rasa ini nggak pernah pergi. Aku masih tetep sayang sama kamu.” Aku kembali tersenyum menatapnya, “Jadi, kamu mau jadi pendamping hidupku?” tanyanya kembali, ku lihat dia tersenyum cerah. Aku pun mengangguk pasti, tanda menerimanya kembali jadi bagian hidupku, bukan hanya sebagai pacarku, tapi sebagai pendamping hidupku.

Kami hanya saling menatap dalam diam ku pandangi matanya ada secercah kebahagiaan dan ketulusan di dalamnya. Arga kembali tersenyum dan memelukku lembut, “Terimakasih Resya, aku adalah orang paling beruntung malam ini dan sepanjang hidupku kelak.” Dia melepas pelukannya dan mengecup keningku lama.  Aku sangat senang setelah tujuh tahun berlalu, Arga kembali padaku, dia masih tetap menyayangiku. Bahkan hari ini adalah hari terindah selama tujuh tahun penantian yang tidak pasti. Akhirnya penasaranku terjawab juga. Arga Dewanta  dia masih orang yang sama orang yang selalu menyayangiku, bahkan jauh lebih baik dari yang selama ini ku kenal. Kisah penuh air mata itu terbalas dengan senyum kebahagiaan saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar